Kamis, 06 Juni 2013

ALIRAN - ALIRAN DALAM PSIKOLOGI


BAB I
PENDAHULUAN


1.1.       LATAR BELAKANG
Psikologi merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari manusia dan hubungannya dengan lingkungannya. Manusia sebagai objek material dalam pembelajaran ilmu psikologi tentu memiliki kepribadian dan tingkah laku yang berbeda satu dengan yang lainnya. Manusia memiliki kecerdasan, akal pikiran, tingkah laku yang berbeda dari makhluk lainnya, sehingga manusia merupakan makhluk yang sempurna baik fisik maupun mental. Keunggulan manusia yang unik tersebut, menjadi objek pembelajaran ilmu pengetahuan terutama ilmu psikologi.
Seiring dengan perkembangan zaman dan berkembangnya rasa keingintahuan dalam memahami manusia, mulailah bermunculan tokoh-tokoh beserta teori-teori dan aliran psikologi yang mendukung penjelasan mengenai karakter, tingkah laku serta kejiwaan manusia. Setiap aliran yang muncul memiliki paham, pengertian dan mekanisme yang berbeda terhadap objek yang sama yaitu manusia. Seperti aliran Struktualisme yang berkembang pada abad ke-19, mempelajari struktur jiwa seseorang dengan menggunakan metode kesadaran. Sedangkan aliran Fungsionalisme mempelajari setiap aktivitas manusia seperti berpikir, emosi merupakan operasi-operasi dari sebuah lingkungan fisik, dan psikologi Gestalt yang menekankan pada suatu totalitas.
Kerap sekali orang menganggap psikologi tersebut sebagai ilmu yang netral (bebas nilai), padahal di balik setiap teori maupun aliran psikologi, terdapat banyak perbedaan pendapat/ asumsi-asumsi yang tidak netral dari masing-masing tokoh.
Berdasarkan perbedaan tersebut, makalah ini disusun dengan tujuan untuk menjelaskan beberapa aliran psikologi seperti aliran Strukturalisme, Fungsionalisme, dan Gestalt dari pencentusnya dan menjawab rasa keingintahuan tentang karakter manusia yang berbeda dan unik dari makhluk lainnya.

1.2.       RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka yang menjadi rumusan masalah adalah:
1.      Apa saja aliran psikologi strukturalisme, fungsionalisme, dan gestalt itu?
2.      Siapa saja tokohnya dari ketiga aliran tersebut?
3.      Apa fungsi dari mempelajari aliran psikologi tersebut?

1.3.       TUJUAN
Adapun tujuan dari makalah ini adalah
1.      Memahami latar belakang dan sejarah timbulnya aliran-aliran dalam psikologi.
2.      Memahami ketiga aliran psikologi tersebut, tokoh-tokohnya serta pandangan-pandangan pokoknya dan karakteristik-karakteristik yang menonjol.
3.      Memahami bahwa tiap timbul aliran baru tentu ada latar belakang semangat jaman yang sudah masak untuk mengadakan perubahan ke arah pandangan baru tersebut, atau ada tokoh besar yang membawa pandangan-pandangan yang baru.
4.      Memahami pengaruh sejarah pandangan masa lampau bagi pandangan-pandangan masa kini, dan pengaruh pandangan masa kini dalam memberi makna pada sejarah pandangan-pandangan di masa lampau.
5.      Mempelajari sejarah dan aliran tersebut sehingga dapat tumbuh menjadi mahasiswa yang berwawasan luas, bukan hanya pandai, tapi juga bijak, terutama dalam menanggapi perbedaan-perbedaan pandangan dalam mengkaji perilaku manusia, mampu bersikap kritis, bersikap toleran, penuh pemahaman, dan selalu berkembang secara kreatif dalam memandang manusia dan kehidupannya.












BAB II
PEMBAHASAN


2.1.       STRUKTURALISME
Struktur adalah sistem transformasi yang mengandung kaidah sebagai sistem (sebagai lawan dari sifat unsur-unsur) dan yang melindungi diri atau memperkaya diri melalui peran transformasi-transformasinya, tanpa keluar dari batas-batasnya atau menyebabkan masuknya unsur-unsur luar.
Pada pertengahan abad ke-19, yaitu pada awal berdirinya psikologi sebagai satu disiplin ilmu yang mandiri, psikologi didominasi oleh gagasan serta usaha mempelajari elemen-elemen dasar dari kehidupan mental orang dewasa normal, melalui penelitian dengan menggunakan metode introspeksi. Pada masa itu, tercatat satu aliran psikologi yang disebut psikologi strukturalisme.
Strukturalisme menekankan pada pengalaman mental yang kompleks, yang terdiri atas keadaan-keadaan mental yang sederhana, kesadaran dan proses pembentukannya.
Tujuan psikologi, menurut kaum strukturalis adalah menyelidiki apa, bagaimana, dan mengapa terjadi pengalaman dan kesadaran. Kaum strukturalis memecahkan masalah relasi kesadaran dengan otak atau tubuh, dengan jalan menggunakan prinsip pararelisme psikofisikal, yaitu satu bentuk dualisme di mana jiwa dan tubuh dianggap sebagai dua substansi yang terpisah satu dari lain tanpa interaksi di antara keduanya; tetapi pararel antara satu dengan lainnya sedemikian rupa, sehingga untuk setiap kejadian di dalam kesadaran selalu akan terdapat peristiwa yang cocok dan sesuai di dalam tubuh. Tokoh psikologi strukturalisme ini adalah Wilhelm Wundt.
Wilhelm Wundt (1832-1920) pada awalnya dikenal sebagai seorang sosiolog, filsuf, dan ahli hukum, yang merupakan sarjana hukum dan sarjana kedokteran di Heidelberg, Tubingen dan Berlin. Wilhelm Wundt merupakan orang pertama yang mendirikan laboratorium psikologi di Leipzig, yang merupakan awal berdirinya psikologi sebagai ilmu pengetahuan yang berdiri sendiri.
Wundt sangat dipengaruhi oleh 2 orang tokoh lain yang dianggap sebagai gurunya, yaitu Helmholtz dan J. P. Muller, yang membantunya mengombinasikan filsafat dengan ilmu pasti, seperti pada bukunya System of Philosophy (1884).
Penelitian utama yang dilakukan oleh Wundt dan mahasiswanya memusatkan pada upaya untuk menemukan unsur-unsur dasar, atau “struktur” proses-proses mental. Strukturalisme sendiri menyelidiki struktur kejiwaan. Kemudian, sistematika psikologi dari Wundt mengalami perkembangan dari masa ke masa:
1.        1860-an à Prasistematik
Persepsi dan perbedaan antara perasaan (feeling) dan penginderaan (sensation) yang didasarkan pada doktrin (unconscious inference).

2.        1874-1887 à Elementisme, Sensasionisme, Assosiasionisme (Physiologische Psychologie).
Mulai meninggalkan konsep-konsep unconscious inference. Jiwa merupakan elemen-elemen penginderaan, perasaan dan sebagainya yang dihubungkan dengan asosiasi (konsep yang dipinjam dari tokoh-tokoh Inggris).

3.        1896 à Fase Empirisme (Brundiss der Psychologie)
Teori 3 dimensi dari perasaan (feeling), terdapat 3 pasang kutub perasaan, yaitu:
a.       Lust - Unlust = senang – tak senang (pleasantness – unpleasantness)
b.      Spannus – Losuns = tegang – tak tegang (strain – relaxation)
c.       Erreguns – Beruhigung = semangat – tenang (excitement – calm)

4.        1902-1903 à (Vilker Psychologie)
Konsep apersepsi bertambah penting. Setiap rangsangan yang sampai ke indera manusia selalu dipersepsikan, tetapi hanya yang secara aktif.
Eksperimenter hanya dapat memberikan rangsang-rangsang untuk dipersepsikan oleh orang percobaan. Dalam bukunya Volker Psychologie The Higher Mental Processes, yaitu proses-proses mental lebih tinggi dari penginderaan, perasaan, persepsi dan apersepsi.

Wundt dengan tegas membedakan antara psikologi dan fisik:
Psikologi       : “immediate experience” dan data-data, bersifat fenomenal yang tidak permanen. Keseluruhanlah yang terpenting.
Fisik              : “mediate experience” data-data konseptual karena wujud bersifat permanen.
Wundt menggunakan metode “selbs-beobachtung” atau introspeksi, yang terdapat dalam fisik jiwa dan tubuh.
Tiga persoalan yang harus dibahas dalam psikologi yang berdiri sendiri menurut Wundt adalah:
1.      Analisa dari proses kesadaran ke dalam elemen-elemen.
2.      Penyelidikan mengenai bagaimana terjadinya hubungan-hubungan antara elemen-elemen itu.
3.      Penentuan hukum-hukum yang mengatur hubungan-hubungan tersebut.
Pada pendapat terakhir ini, nampaklah inkonsistensi teori-teori Wundt.
Analisis mengenai kesadaran ke dalam elemen-elemennya, akan menghasilkan tiga hal yang tidak dapat dikurangi atau lebih disederhanakan lagi, yaitu: penginderaan, gambaran dan keadaan afektif (keadaan perasaan dan emosi). Masing-masing dari hal tersebut merupakan unsur dalam penginderaan, yang tidak bisa dipecah-pecah lagi oleh analisis introspektif. Akan tetapi, masing-masing dapat dituliskan berkenaan dengan sifat-sifatnya. Semua unsur memiliki sifat kualitas, intensitas, dan lamanya berlangsung. Kualitas merupakan sifat yang paling fundamental, yang memungkinkan seseorang membedakan satu pengalaman dari pengalaman lainnya.
Untuk beberapa tahun lamanya, strukturalisme merupakan aliran yang dominan dari psikologi di Amerika Serikat dan Jerman; sesudah itu aliran tersebut banyak diserang oleh sistem-sistem saingan lainnya. Di Amerika Serikat, fungsionalisme menjadi sistem favorit; sedang di Jerman, psikologi Gestalt. Hal ini terjadi karena aliran ini tidak mampu memperluas metodenya tentang tingkah laku, atau tidak mampu menyajikan tes mental dan studi mengenai cara belajar.


2.2.       FUNGSIONALISME
Fungsionalisme (Functional Psychology) adalah aliran psikologi yang tumbuh di Amerika serikat yang dipelopori oleh William James (sering disebut bapak psikologi Amerika Serikat). Tokoh-tokoh lain juga terkenal yang dibagi dua kelompok yaitu Chicago (Chicago School of Functionalism) didirikan John Dewey dan kelompok Columbia (Columbia School of Functionalism) dengan tokohnya James McKeen Cattell).
Fungsionalisme merupakan reaksi terhadap pandangan/ aliran strukturalisme tentang keadaan-keadaan mental. Fungsionalisme adalah suatu tendensi dalam psikologi yang menyatakan bahwa pikiran, proses mental, persepsi indrawi, dan emosi adalah adaptasi organisme biologis sebagai suatu jenis psikologi yang menggaris bawahi fungsi-fungsi dan bukan hanya fakta-fakta dari fenomena mental, atau berusaha menafsirkan fenomena mental dalam kaitan dengan peranan yang dimainkannya dalam kehidupan organisme itu, dan bukan menggambarkan atau menganalisis fakta-fakta pengalaman atau kelakuan yang mendekati masalah pokok dari sudut pandang yang dinamis, dan bukan dari sudut pandang statis.
Apa pun rumusan tentang fungsionalisme, aliran psikologi ini pada intinya merupakan doktrin bahwa proses atau keadaan sadar seperti kehendak bebas, berpikir, beremosi, memersepsi, dan mengindrai adalah aktivitas atau operasi dari sebuah organisme dalam kesalinghubungan fisik dengan sebuah lingkungan fisik. Aktivitas ini memudahkan kontrol organisme, daya tahan hidup, adaptasi, keterikatan atau penarikan diri, pengenalan, pengarahan, dan lain-lain. Seluruh organisme dapat dianalisis sebagai sebuah sistem umpan balik dan stimulus respons.
Fungsionalisme merupakan paham yang tumbuh di Amerika Serikat dengan sifat-sifat bangsa Amerika yang serba praktis dan pragmatis. Strukturalisme, di lain pihak, tumbuh di Jerman, di tengah-tengah bangsa yang terkenal dengan keahliannya dalam berfilsafat dan berteori. Dengan sendirinya, perbedaan latar belakang ini menimbulkan berbagai perbedaan dalam pandangan antara kedua aliran ini (Dirgagunarsa, 1996:56).
Aliran fungsionalisme ini mempelajari fungsi dan tingkah laku atau proses mental, bukan hanya mempelajari struktural. Metode yang dipakai oleh aliran fungsionalisme dikenal sebagai metode observasi tingkah laku dan intropeksi .
1.        METODE OBSERVASI TINGKAH LAKU, terbagi menjadi 2 (dua) yaitu:
a.       Metode Fisiologis
Menguraikan tingkah laku dari sudut pandang anatomi dan ilmu faal. Jadi, mempelajari perilaku yang dikaitkan dengan organ-organ tubuh dan sistem sarafnya.

b.      Metode Variasi Kondisi
Tidak semua tingkah laku manusia dapat dijelaskan dengan anatomi dan fisiologi, karena manusia mempunyai sudut psikologis. Metode variasi kondisi inilah yang merupakan metode eksperimen dari aliran fungsionalisme.

2.        METODE INTROSPEKSI
Stimulus berasal dari lingkungan secara alamiah, bisa pada banyak bagian sekaligus sehingga jiwa menunjukkan fungsinya. Metode ini terlalu bersifat subjektif sehingga sulit di sistematikan dan sulit dikuantitatifkan.

WILLIAM JAMES adalah seorang pendahulu yang dianggap paling penting untuk aliran fungsionalisme. Pendidikan awalnya adalah seorang dokter dan ia pertama kali mengajar fisiologis di Harvard pada tahun 1872. Semenjak tahun 1878 ia mendalami filsafat dan psikologi serta mendapat gelar professor untuk kedua bidang tsb. Menurut Lundin (1991), James lebih muncul sebagai seorang filsuf daripada seorang psikolog. Pengaruhnya sangat kuat pada aliran fungsionalisme, terutama kelompok Chicago school. Karya utamanya adalah Principles of Psychology. Karya yang sering dijadikan rujukan untuk mahasiswa psikologi tahun awal adalah Psychology : Briefer Course.
Menurutnya, fenomena adalah subyek dan kondisi adalah proses fisiologis di otak; psikologi adalah natural science. Menurutnya, ada tiga metode utama dalam psikologi, yaitu:
a.       Introspection. Merupakan metode penting dan utama dalam psikologi. Introspeksi yang dimaksud sangat berbeda dengan introspeksi dalam aliran strukturalisme. Bagi James, introspeksi adalah kecenderungan alamiah manusia, kemampuan untuk menyadari apa yang telah terjadi.
b.      Experimentation. James mengakui metode ini sebagai metode penting namun tidak pernah melakukannya sendiri. Ia menganggap metode ini perlu dieksplorasi lebih lanjut.
c.       Comparative method. Metode tambahan yang dapat digunakan untuk psikologi anak-anak, binatang, orang primitif, dan penderita gangguan mental.
Dalam pandangan-pandangannya yang lain, tampak jelas bahwa bagi James, proses fisiologis di otak dan di dalam tubuh manusia adalah representasi dari proses mental dan hal ini adalah penentu tingkah laku dan menentukan bagaimana manusia mempersepsikan lingkungan. James juga mengakui adanya proses habituasi yang otomatis dan semakin tidak disadari, meskipun meninggalkan jejak dalam benak manusia. Baginya, proses mind lebih penting daripada elemen-elemen mind itu sendiri. Pandangan ini terwakili dengan jelas dalam teorinya tentang emosi, bersama-sama Carl Lange, yang dikenal sebagai James-Lange Theory. (Baca pandangan James tentang habit, instintct, emotion, reason dan memory, Lundin hal 104-106)
James dikenal sebagai salah seorang psikolog terbesar Amerika. Sebagai pribadi ia juga diakui populer dan charming, serta kemampuan menulisnya sangat mengagumkan. Ia juga dikenal sebagai seorang penentang keras aliran strukturalisme dari Wundt. Meskipun pada masanya idenya sangat berpengaruh, dengan berlalunya waktu hanya sedikit pandangannya yang bertahan hingga masa kini.

JOHN DEWEY (1859-1952) adalah seorang guru dan mendapat gelar PH.D dalam bidang filsafat. Ia kemudian mengajar di University of Chicago dan ikut dalam perkembangan fungsionalisme di Chicago. Tahun 1904 pindah ke Columbia University dan tinggal di sana hingga akhir hayatnya.
Pandangan utamanya bahwa sebuah aksi psikologis adlaah suatu kesatuan yang utuh, tidak dapat dipecah ke dalam bagian-bagian atau elemen (seperti yang dilakukan oleh strukturalisme). Maka setiap psychological events tidak bisa dipandang sebagai konstruk-konstruk abstrak. Akan lebih bermanfaat apabila difokuskan pada fungsi psy. Events tersebut, yaitu dalam konteksnya sebagai adaptasi manusia. Contoh : anak yang mengulurkan jarinya sebagai respon adanya api dan terbakar.

JAMES ROWLAND ANGELL (1867-1949) Berasal dari keluarga terpelajar, ayah dan kakeknya pernah menjabat sebagai rektor dari universitas besar di AS. Ia memperoleh gelar M.A. dari Harvard dan menjadi murid William James di sana. Sepanjang karirnya ia tidak pernah mendapat gelar Ph.D namun memperoleh 23 gelar doktor honoris causa. Ia menjabat kepala departemen psikologi dan pernah menjabat sebagai presiden dari APA sejak tahun 1906 dan dalam jabatannya itu ia terkenal dengan papernya erjudul “The Province of Functional Psychology”.
Angell adalah seorang yang kritikal terhadap strukturalisme. Pada masa keaktifannya, aliran fungsionalisme sedang berkembang dan berjuang untuk memperoleh tempat yang mapan dalam khasanah dunia ilmu sehingga juga memunculkan banyak kritik terhadap aliran strukturalisme yang sudah lebih dlu mapan. Baginya, psychological entity tidak ada yang dapat dipisah-pisah seperti sel dalam ilmu biologi. Psychological entity adalah sebuah kompleks yang kita kenal sebagai persepsi. Hal ini jelas tidak sejalan dengan strukturalisme.
Dalam paper-nya ia mengemukakan tiga macam pandanganya terhadap fungsionalisme yaitu:
1.        Fungsionalisme adalah psikologi tentang “mental operation’’ (aktivitas bekerjanya jiwa), sebagai lawan terhadap psikologi tentang elemen-elemen mental.
2.        Fungsionalisme adalah psikologi tentang kegunaan-kegunaan dasar dari kesadaran, dimana jiwa (mind) merupakan perantara antara lingkungan dan kebutuhan-kebutuhan organisme. Untuk keadaan biasa yang tidak emergensi (darurat), berfungsi kebiasaan (habit).
3.        Fungsionalisme adalah psikofisik, yaitu psikologi tentang keseluran organisme yang terdiri dari badan dan jiwa. Ia mempelajari juga hal-hal diluar kesadaran, misalnya kebiasaan (habit) dan setengah sadar (half consciousness).

EDWARD LEE THORNDIKE (1874-1949), pernah bekerja di “Teachers College of Columbia” dibawah kepemimpinan James Mc. Keen Cattel. Thorndike lebih menekankan penelitiannya pada cara dan dasar belajar. Dasar pembelajaran yaitu asosiasi dan cara coba-salah (trial and error). Ia merumuskan beberapa prinsip:
The Law of Effect yaitu hukum yang menyatakan intensitas hubungan antara stimulus-respons akan meningkat jika mengalami keadaan yang menyenangkan, sebaliknya akan melemah jika keadaan tak menyenangkan.
The Law of Exercise atau The Law of use and disuse adalah hukum bahwa stimulus-respons dapat timbul atau didorong dengan latihan berulangulang.

JAMES MCKEEN CATTELL (1860-1944), tokoh dari aliran fungsionalisme Columbia. Ciri khas dari aliran Columbia “kebebasan dalam mempelajari tingkah laku” yang dicerminkan dalam dua pandangan tentang fungsionalisme:
1.        Fungsionalisme tidak perlu menganut paham dualisme, karena manusia dianggap sebagai keseluruhan yang merupakan kesatuan.
2.        Fungsionalisme tidak perlu deskriftif dalam mempelajari tingkah laku, karena yang penting adalah fungsi tingkah laku, jadi yang harus dipelajari adalah hubungan (korelasi) antara satu tingkah laku dengan tingkah laku lainnya, atau antara suatu tingkah laku dengan suatu hal yang terjadi di lingkungan.

ROBERT SESSIONS WOODWORTH (1869-1962), berasal dari kelompok Columbia. Ia adalah tokoh yang terkemuka da pernah mendapat mendali emas (1956) dari The American Psychological Foundantion atas jasa-jasanya yang mempersatukan dan mengorganisasikan psikologi di Amerika Serikat.
Pahamnya yang dikemukakan dalam buku Dynamic Psychology (1918)  menyebabkan bahwa Wood worth patut digolongkan dalam pengikut aliran psikodinamik., dan berpendirian bahwa metode intropeksi tidak mesti harus dibuang demikian saj dalam penelitian psikologi. Karena minatnya yag besar dalam hal mempelajari motivasi sebagai dasar tingkah laku manusia, Woodworth sering disebut sebagai tokoh yang mempelopori ilmu tentang motif, atau motivologi.


2.3.       PSIKOLOGI GESTALT (Gestalt Psychology)
Psikologi Gestalt (Gestalt Psychology) merupakan salau satu aliran atau posisi sistematis dalam bidang psikologi, dengan dampak adanya penentuan bahwa pokok persoalan yang sejati bagi psikologi adalah: tingkah laku dan pengamalan sebagai kesatuan totalitas. Beberapa derajat analisis memang diperbolehkan, namun hal ini harus dilihat sebagai keanekaragaman fenomenologis; sebab analisis molekuler atau elementer bisa merusak kualitas kesatuannya dari benda atau hal yang tengah dianalisis itu. Mirip dengan hal ini, pengalaman yang disadari itu tidak dapat dipecahkan menjadi elemen-elemen strukturalistis.




                                                    Unsur-unsur                         Keseluruhan











 




Keseluruhan dalam Pandangan Aliran Gestalt

Aliran Psikologi Gestalt sendiri dimulai tahun 1912, yang pertama kali dikemukakan di Jerman oleh Max Wertheimer melalui kertas karya-nya (seperti karya ilmiah). Aliran ini mengkritik aliran ortodoks dari Wundt. Psikologi Gestalt menekankan kritiknya pada penguraian kesadaran ke dalam elemen-elemen yang dilakukan oleh strukturalismenya Wundt, tetapi Psikologi Gestalt masih mengakui adanya unsur kesadaran itu sendiri, walaupun dalam bentuk yang utuh (totalitas, tidak terbagi-bagi dalam elemen-elemen).
Istilah gestalt sendiri merupakan istilah bahasa Jerman yang mana terjemahannya sukar dicari dalam bahasa-bahasa lain. Gestalt sendiri, menurut bahasa Jerman, memiliki arti bentuk, rupa, sosok, potongan, perawakan. Terjemahannya ke dalam bahasa Inggris pun bermacam-macam antara lain shape psychology, convigurationism, whole psychology, dan sebagainya. Karena adanya kesimpangsiuran dalam penerjemahan, akhirnya para sarjana di seluruh dunia sepakat untuk menggunakan istilah “Gestalt” tanpa menerjemahkannya ke dalam bahasa lain.
Untuk dapat mengerti arti yang sebenarnya dari Psikologi Gestalt, kita perlu mempelajari ciri-ciri khas dari aliran Psikologi Gestalt itu sendiri, yaitu bahwa Psikologi Gestalt mempelajari suatu gejala sebagai suatu keseluruhan atau totalitas sebagai fenomena. Prinsip mempelajari gejala sebagai totalitas, pertama kali dikemukakan oleh Christian von Ehrenfels (1859-1932): tokoh yang merangsang timbulnya aliran Psikologi Gestalt ini, melalui eksperimennya mengenai musik di tahun 1890. Alasannya: kalau kita mendengarkan sebuah lagu, yang kita dengar bukan satu persatu notnya, melainkan gabungan not yang menjadikannya disebut sebagai lagu. Komposisi ini merupakan keseluruhan yang lebih penting artinya daripada not-not yang merupakan elemen-elemen. Suatu komposisi lagu mempunyai sifat tertentu yang disebut emergent, yang tidak dimiliki oleh not-not dalam lagu itu secara satu per satu. Kalau tangga nada lagu itu diubah, maka not-not dalam lagu itu pun berubah, namun selama komposisinya masih tetap, maka emergent-nya masih sama, maka kita tetap akan mendengarkan lagu yang sama.
Dalam Psikologi Gestalt, fenomena adalah data yang paling dasar. Apa yang dialami seseorang adalah pengalaman fenomenal. Dalam hal ini Psikologi Gestalt sependapat dengan pandangan filsafat fenomenologi yang mengatakan bahwa pengalaman haruslah dilihat secara netral, tidak dipengaruhi oleh apa pun. Di dalam fenomena, kita melihat dua unsur, yaitu objek dan arti. Objek dari fenomena mempunyai sifat-sifat yang dapat dideskripsikan, tetapi segera objek itu tertangkap oleh indera kita, maka kita akan menerimanya sebagai informasi dan pada saat ini kita sudah memberi arti pada objek itu.
Memang, seperti disinggung di awal, bagi aliran Gestalt, yang utama bukanlah elemen, tetapi keseluruhan. Kesadaran dan jiwa manusia tidak mungkin dianalisis ke dalam elemen-elemen. Gejala kejiwaan harus dipelajari sebagai suatu keseluruhan atau totalitas. Keseluruhan, dalam pandangan aliran Gestalt, lebih dari sekedar penjumlahan unsur-unsurnya. Keseluruhan itu lebih dahulu ditanggapi dari bagian-bagiannya, dan bagian-bagian itu harus memperoleh makna dalam keseluruhan. Arti atau makna Gestalt bergantung pada unsur-unsurnya; dan sebaliknya, arti unsur-unsur itu bergantung pula pada Gestalt.
Kaum psikolog Gestalt juga menolak memperlakukan sistem syaraf sebagai sebuah struktur yang statis, dan seperti mesin yang hanya mampu secara sedikit demi sedikit atau sepotong demi sepotong mereaksi terhadap perangsang yang masuk. Sebaliknya, kulit otak dilihat sebagai analog atau sama dengan satu medan kekuatan yang ada dalam keadaan keseimbangan aktif, dan didalamnya setiap perangsang yang masuk selalu saja mempengaruhi keseluruhan medan tadi. Terlebih lagi, mengenai kulit otak, sifatnya adalah isomorfis (punya bentuk kristal yang sama) terhadap kejadian-kejadian eksternal. Artinya, dalam hal ini terdapat persesuaian yang cocok (ada point for-point correspondence) di antara kejadian-kejadian kortikal dan objek-objek di tengah lingkungan; namun hubungan ini tidak menyajikan satu identitas. Malah sebaliknya, keduanya berkaitan dengan cara yang sama, seperti suatu peta jalan yang erat berkaitan dengan sebuah jalan rayanya. Peta tersebut memang mengubah pemandangan-pemandangan, sedangkan tikungan-tikungan dan belokan-belokan jalan diratakan untuk penyederhanaannya, namun relasi esensial atau yang dasar tetap tinggal sah.
Sebenarnya, teori mengenai Gestalt ini dikembangkan oleh psikologi sosial. Teori ini berkembang dengan teori S(timulus) – R(espons), yang juga dipakai oleh ilmu komunikasi. Teori ini menandaskan bahwa “setiap kegiatan S—R mempunyau organisasi sendiri. Hal ini disebabkan masing-masing orang mempunyai “cara” sendiri dalam persepsi, belajar, berprestasi, dan memecahkan masalah. Karena itu, setiap individu adalah Gestalt tersendiri, dan dari hubungan atau interaksi dua orang, terjadi pola perngorganisasian tersendiri pula.
Pendapat ini dibuktikan oleh Eric Berne dalam teorinya games people play. Menurut Berne (1967), setiap hubungan (sosial) dipengaruhi oleh Gestalt sosial yang dibentuk bersama oleh komunikator dan komunikan. Dalam proses komunikasinya akan terjadi suatu transaksi. Situasi transaksi adalah hasil dari situasi S—R; sehingga, di samping pengiriman lambang, terjadilah proses psikologis, yaitu transaksi stimulus dan transaksi respons. Transaksi ini, menurut Eric Berne, bisa mempunyai implikasi (Berne, 1967:19,29):
1.        ritual
2.        pengisi waktu senggang
3.        permainan atau perlombaan
4.        hubungan intim
5.        kegiatan dan tindakan
Menurut Psikologi Gestalt, manusia tidak memberikan respons pada stimuli secara otomatis. Manusia adalah organisme aktif yang menafsirkan dan bahkan mendistorsi lingkungan. Sebelum memberikan respons, manusia menangkap terlebih dahulu “pola” stimulus secara keseluruhan dalam satuan-satuan yang bermakna. Pola inilah yang disebut Gestalt.
Kontribusi Psikologi Gestalt yang paling banyak dikenal ada di bidang persepsi dan belajar. Konsep perseptual mengenai bentuk dan dasar, hukum-hukum organisasi primitif dari persepsi—kedekatan, kontras, kemiripan, dan kontiguitas atau berbatasan—prinsip-prinsip transposisi atau perubahan, pengakhiran, bentuk yang bagus, dan Pragnaz, semuanya merupakan sumbangan pikiran dari aliran Gestalt. Dalam kegiatan belajar, para psikolog Gestalt terkenal dengan studi mereka mengenai wawasan atau insight, dan perluasan teori-teori mereka ke dalam bentuk cara berpikir yang produktif pada subjek-subjek manusia. Adapun prinsip belajar menurut Psikologi Gestalt adalah:
1.      Manusia bereaksi dengan lingkunganya secara keseluruhan, tidak hanya secara intelektual, tetapi juga secara fisik, emosional, sosial dan sebagainya.
2.      Belajar adalah penyesuaian diri dengan lingkungan.
3.      Manusia berkembang sebagai keseluruhan sejak dari kecil sampai dewasa, lengkap dengan segala aspek-aspeknya.
4.      Belajar adalah perkembangan kearah diferensiasi yang lebih luas.
5.      Belajar hanya berhasil bila tercapai kematangan untuk memperoleh insight.
6.      Tidak mungkin ada belajar tanpa ada kemauan untuk belajar, motivasi memberi dorongan yang mengerakan seluruh organisme.
7.      Belajar akan berhasil kalau ada tujuan.
8.      Belajar merupakan suatu proses bila seseorang itu aktif.

Pemikir utama pada aliran Gestalt ini ialah MAX WERTHEIMER, KOFFKA, dan WOLFGANG KOHLER.
a.         MAX WERTHEIMER (1880-1943)
Tokoh tertua dari tiga serangkai tokoh-tokoh Gestalt ini dilahirkan di Praha pada tanggal 15 April 1880 dan meninggal 12 Oktober 1943 di New York. Wertheimer pada suatu saat harus berimigrasi ke Amerika Serikat karena alasan-alasan politis. Ia menjadi murid dari Owslad Kulpe di Wurzburg dan mendapat gelar Ph.D. di universitas tersebut pada tahun 1904. Setelah itu ia bekerja di beberapa tempat antara lain di Praha, Berlin, dan Wina. Di tahun 1933, Wertheimer hijrah ke Amerika Serikat, Wertheimer bekerja di New School of Social Research di New York sampai meninggalnya.
Wertheimer sendiri dianggap sebagai tokoh pendiri Psikologi Gestalt di tahun 1912, bersamaan dengan keluarnya karya ilmiahnya yang berjudul “Experimental Studies of the Perception of Movement”. Dalam kertas kerjanya ini ia mengemukakan hasil eksperimennya dengan menggunakan alat yang disebut stroboskop, yaitu alat berbentuk kotak yang diberi alat untuk melihat ke dalam kotak itu. Di dalam kotak terdapat gambar dua buah garis, yang satu melintang dan yang lain tegak. Kedua gambar itu sekaligus tidak terlihat, melainkan berganti-ganti. Mula-mula tampak garis melintang, kemudian tampak garis tegak, kemudian melintang lagi dan demikian seterusnya. Kesan yang akan terjadi adalah akan nampak bahwa garis itu bergerak dari tegak ke melintang dan sebaliknya,  terus-menerus. Gerak yang disebut gerak stroboskopik ini merupakan gerak yang semu, karena sesungguhnya garis-garis itu sendiri tidak bergerak melainkan muncul berganti-ganti. Gejala ini disebut juga sebagai phiphenomenon dan dalam kehidupan sehari-hari sering kita jumpai misalnya kalau kita menonton bioskop atau melihat lampu-lampu reklame yang bergerak-gerak.
Menurut Wertheimer, gerak stroboskopik ini tidak dapat diterangkan dengan teori strukturalisme dan elementisme, tetapi hanya diterangkan dengan teori Gestalt, yaitu bahwa seseorang melihat lingkungannya secara menyeluruh. Persepsi holistik dalam gerak stroboskopik di atas dimungkinkan karena penglihatan kita tidak hilang demikian saja bersama dengan menghilangnya rangsang, melainkan meninggalkan jejak tertentu di otak (isomorfi). Pada waktu garis yang kedua muncul, jejak dari garis yang pertama masih tertinggal di otak, sehingga memungkinkan orang yang bersangkutan menghubungkan garis yang kedua dengan garis yang pertama dan sebaliknya. Dengan demikian terjadilah kesan gerakan dari garis-garsi itu.
Dalam bukunya Investigation of Gestalt Theory (1923), Wertheimer mengemukakan hukum-hukum Gestalt untuk pertama kalinya, yaitu:
1.         Hukum kedekatan (law of proximity): Hal-hal yang saling berdekatan dalam waktu atau tempat cenderung dianggap sebagai suatu totalitas.
2.         Hukum ketertutupan (law of closure): Hal-hal yang cenderung menutup akan membentuk kesan totalitas tersendiri.
3.         Hukum kesamaan (law of equivalence): Hal-hal yang mirip satu sama lain, cenderung dipersepsikan sebagai suatu kelompok atau suatu totalitas.
Dalam buku itu, Wertheimer mengatakan bahwa sebagai akibat dari hukum-hukum Gestalt di atas, maka terjadilah kecenderungan persepsi spontan, yaitu begitu mempersepsikan suatu gejala, maka akan diberi arti langsung (kundgabe) tanpa meneliti terlebih dahulu.

b.        KURT KOFFKA (1886-1941)
Koffka lahir di Berlin, 18 Maret 1886, meninggal di Northampton, Massachusetts, Amerika serikat tanggal 22 November 1941. Memperoleh gelar Doktor pada tahun 1908 di bawah bimbingan C. Stumpf di Berlin dengan tesisi studi empiris tentang irama. Kemudian, suatu ketika ia bertemu Wertheimer dan Kohler, dan bersama kedua orang itu, Koffka mendirikan aliran Psikologi Gestalt di Berlin. Pada tahun 1918 menjadi guru besar luar biasa di Giessen sampai tahun 1924. Ia meninggalkan Jerman pada tahun 1924 dan mengajar di universitas-universitas di Amerika Serikat.
Sumbangan Koffka kepada Psikologi adalah penyajian yang sistematis dan pengamalan dari prinsip-prinsip Gestalt dalam rangkaian gejala psikologi, dari mulai persepsi, belajar, mengingat, sampai kepada psikologi belajar dan psikologi sosial.
Sebagai penulis yang produktif, Koffka mengemukakan pikiran-pikirannya tentang Psikologi Gestalt dalam berbagai publikasinya. Pada tahun 1923, ia mulai menerbitkan jilid pertama dari buku Contribution to Gestalt Psychology yang menjawab kritik-kritik yang ditujukan kepada Psikologi Gestalt. Selanjutnya, dalam bukunya Principles of Psycholoical Development: An Introduction to Child Psychology (1921) untuk pertama kalinya Koffka mengamalkan prinsip-prinsip Gestalt pada psikologi anak. Ia percaya bahwa proses perkembangan pada hakikatnya adalah hasil interaksi antara kondisi-kondisi internal dan eksternal.
Beberapa teori Koffka tentang belajar ialah:
1.         Salah satu faktor yang penting dalam belajar adalah jejak-jejak ingatan (memori traces), yaitu pengalaman-pengalaman yang membekas pada tempat-tempat tertentu di otak.
2.         Perubahan-perubahan yang terjadi pada ingatan bersamaan dengan jalannya waktu tidak melemahkan jejak-jejak ingatan itu (dengan perkataan lain tidak menyebabkan terjadinya lupa), melainkan menyebabkan perubahan jejak, karena jejak ingatan itu cenderung diperhalus dan disempurnakan untuk mendapatkan Gestalt yang lebih baik dalam ingatan.
3.         Latihan-latihan akan memperkuat jejak ingatan.

c.         WOLFGANG KOHLER (1887-1967)
Lahir di Reval, Estonia, pada tanggal 21 Januari 1887 dan meninggal di Lebanon, New Hampsire, Amerika Serikat, pada tanggal 11 Juni 1967. Kohler memperoleh gelar Ph.D. pada tahun 1908 di bawah bimbingan C. Stumpf di Berlin. Ia kemudian pergi ke Frankfurt sebagai asisten F. Schurmann. Ia berjumpa dengan Wertheimer dan Koffka. Mereka bertiga kemudian mengadakan eksperimen-eksperimen yang bersejarah itu yang akhirnya membawa mereka kepada berdirinya aliran Psikologi Gestalt, atau disebut juga aliran Berlin.
Kohler memang tidak seproduktif Koffka dalam karya-karya tulisnya, tetapi nampaknya memang sudah ada pembagian tugas antara tiga serangkai tokoh Gestalt ini: Wertheimer adalah tokoh yang mengemukakan ide, Kohler mengadakan eksperimen dari ide Wertheimer, dan Koffka yang menulis teori-teori Wertheimer maupuan hasil ekperimen Kohler.
Karya Kohler yang paling terkenal adalah penyelidikannya menganai tingkah laku simpanse. Kohler membuat eksperimen tersebut dan membuktikan bahwa primata pun terdapat pemahaman (insight). Eksperimen selanjutnya adalah tentang diskriminasi visual pada ayam. Menurutnyam ayam tidak melihat kotak secara satu persatu, melainkan melihatnya dalam hubungan dengan kotak-kotak lain di dekatnya. Ayam cenderung melihat hubungan antara stimulus-stimulus dan lebih mengutamakan relativitas, disebut sebagai hukum transposisi (law of transposition).
Karya-karya Kohler antara lain adalah: Intelligence in Apes (1925), The Mentality of Apes (1927), Gestalt Psychology (1929).















BAB III
PENUTUP


KESIMPULAN
Dari pemaparan diatas dapat kami simpulkan bahwa, psikologi sebagai suatu disiplin ilmu dari tahun ketahun semakin menampakkan kapasitasnya, terutama konstribusinya dalam perkembangan ilmu psikologi.
Aliran-aliran psikologi dalam menyikapi kejiwaan seseorang cenderung berbeda, seperti aliran strukturalisme yang beranggapan bahwa psikologi merupakan pengalaman manusia yang dipelajari dari sudut pandang pribadi yang mengalaminya. Sedangkan aliran fungsionalisme menekankan kegiatan (proses) mental sebagai pokok persoalan yang sebenarnya bagi psikologi, sebagai lawan dari psikologi struktural yang menekankan masalah kesadaran. Lain lagi dengan aliran Gestalt yang menyatakan bahwa, persepsi manusia terjadi secara menyeluruh bukan sepotong-sepotong atau parsial.

SARAN
1.        Kita harus lebih bijak dalam menyikapi perilaku seseorang menurut pandangan ketiga aliran tersebut, ketika nampak lahir orang tersebut buruk belum tentu batinnya juga demikian.
2.        Kita harus memformulasikan pendapat-pendapat para pakar psikolgi dalam menyikapi aliran ataupun pandangan lainnya.











DAFTAR PUSTAKA

Chaplin, J.P. Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2006.
King, L.A. Psikologi Umum: Sebuah Pandangan Apresiatif. Jakarta: Salemba Humanika, 2010.
Sarwono, S.W. Berkenalan dengan Aliran-aliran dan Tokoh-tokoh Psikologi. Jakarta: Bulan Bintang, 2002.
Sobur, A., Psikologi Umum: Dalam Lintasan Sejarah. Bandung: Pustaka Setia, 2009.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar